BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara
berkembang selalu berusaha untuk mengejar ketinggalannya, yaitu dengan giat
melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan
pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan
berbagai cara seperti mengganti kurikulum, meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran
atau melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, memberi dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan sebagainya. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3 menyatakan bahwa ; “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan
memperhatikan isi dari UU No. 20 tahun 2003 tersebut, peneliti berpendapat
bahwa tugas seorang peneliti memang berat, sebab kemajuan suatu bangsa
ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari bangsa itu sendiri. Jika seorang
seorang guru atau pendidik tidak berhasil mengembangkan potensi peserta didik
maka negara itu tidak akan maju, sebaliknya jika guru atau pendidik berhasil
mengembangkan potensi peserta didik, maka terciptalah manusia yang cerdas,
terampil, dan berkualitas. Sesuai dengan Depdiknas (2005 : 33) yang menyatakan
bahwa, “Pendidikan Matematika adalah
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi
agama, sosio-kultural, bahasa, usia, suku bangsa untuk menjadi warga negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD
1945”.
Untuk mencapai tujuan ini peranan guru sangat menentukan. Menurut Wina Sanjaya (2006 : 19), peran guru adalah: “Sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, dan evaluator”. Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara / model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif. Suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri, memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Situasi belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak berperan (kreatif).
Untuk mencapai tujuan ini peranan guru sangat menentukan. Menurut Wina Sanjaya (2006 : 19), peran guru adalah: “Sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, dan evaluator”. Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara / model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif. Suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri, memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Situasi belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak berperan (kreatif).
Pada
SMAN 2 Madiun sejak peneliti mengajar, dalam pembelajaran Matematika
, peneliti sering menggunakan model pembelajaran ceramah. Model pembelajaran
ini tidak dapat membangkitkan aktivitas siswa dalam belajar. Hal ini tampak
dari perilaku siswa yang cenderung hanya mendengar dan mencatat pelajaran yang
diberikan guru. Siswa tidak mau bertanya apalagi mengemukakan pendapat tentang
materi yang diberikan. Melihat
kondisi ini, peneliti berusaha untuk mencarikan model pembelajaran lain yaitu
model pembelajaran diskusi. Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang (melihat kondisi siswa di kelas). Dari diskusi yang
telah dilaksanakan, ternyata siswa masih kurang mampu dalam mengemukakan
pendapat, sebab kemampuan dasar siswa rendah. Dalam bekerja kelompok, hanya
satu atau dua orang saja yang aktif, sedangkan yang lainnya membicarakan hal
lain yang tidak berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melaksanakan diskusi
kelompok, peneliti juga melihat di antara anggota kelompok ada yang suka
mengganggu teman karena mereka beranggapan bahwa dalam belajar kelompok
(diskusi) tidak perlu semuanya bekerja. Karena tidak semua anggota kelompok
yang aktif, maka tanggung jawab dalam kelompok menjadi kurang, bahkan dalam
kerja kelompok (diskusi), peneliti juga menemukan ada di antara anggota
kelompok yang egois sehingga tidak mau menerima pendapat teman.
Melihat kenyataan-kenyataan yang peneliti
temui pada sikap siswa di dalam proses pembelajaran tersebut di atas, peneliti
berpendapat bahwa aktivitas siswa di SMAN 2 Madiun dalam pembelajaran Matematika
sangat kurang. Dalam hal ini peneliti
berani mengungkapkan karena memang aktivitas siswa SMAN 2 Madiun masih jauh
dari pengertian aktivitas yang diungkapkan dari para ahli, seperti Paul D.
Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 173), mengemukakan bahwa jenis aktivitas
dalam kegiatan lisan atau oral adalah mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
Berdasarkan pengamatan atau observasi
pendahuluan yang peneliti lakukan, ditemukan bahwa siswa SMAN 2 Madiun dalam
melaksanakan diskusi kelas jarang sekali mengemukakan pendapat, mengajukan
pertanyaan, apalagi mengajukan saran. Karena aktivitas siswa yang rendah itu,
hasil belajar yang diperoleh juga menjadi rendah. Hal ini dapat kita lihat dari
nilai rata-rata hasil ujian semester 1 kelas XI – IA - 3 tahun pelajaran 2006/2007
Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya perhatian siswa dalam mengikuti
pelajaran Matematika. Guru sering memberikan pelajaran dalam bentuk ceramah dan
tanya-jawab, sehingga siswa tidak terangsang untuk mengembangkan kemampuan
berfikir kreatif.
Berdasarkan pengalaman yang peneliti
hadapi di dalam proses pembelajaran Matematika yang tidak aktif maka peneliti
berusaha mencarikan model pembelajaran lain, sehingga pembelajaran lebih
bermakna dan lebih berkualitas. Model pembelajaran yang akan peneliti coba
untuk melakukannya adalah model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.
Ketertarikan peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,
karena peneliti melihat dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw semua
anggota kelompok diberi tugas dan tanggungjawab, baik individu maupun kelompok.
Jadi, keunggulan pada pembelajaran kooperatif Jigsaw dibanding dengan diskusi
yaitu seluruh anggota dalam kelompok harus bekerja sesuai dengan tugas yang
diberikan, sebab tugas itu ada yang merupakan tanggung jawab individu dan ada
pula tanggung jawab kelompok. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti
mengambil sebuah judul yaitu: “Upaya Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Matematika materi suku banyak dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
Jigsaw”. Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SMAN 2 Madiun
, diharapkan aktivitas siswa meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Siswa kurang memperhatikan dalam pembelajaran.
2.
Siswa
kurang berani dalam mengemukakan pendapat.
3.
Adanya
siswa beranggapan bahwa dalam belajar kelompok tidak perlu semua bekerja.
4.
Adanya
siswa yang suka membicarakan hal lain, yang tidak berhubungan dengan tugas
kelompok.
5. Tanggung
jawab siswa terhadap tugas masih rendah.
6.
Adanya
anggota kelompok yang tidak mau menerima pendapat teman.
C. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan kemampuan waktu dan tenaga yang
peneliti miliki, maka peneliti memberi batasan masalah:
1.
Siswa
kurang berani dalam mengemukakan pendapat.
2. Tanggung
jawab siswa terhadap tugas masih rendah.
3.
Motivasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
batasan masalah yang telah ditetapkan dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Sejauh
mana manfaat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap
pembelajaran Matematika ?
2.
Sejauh
mana aktivitas belajar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw?
3.
Sejauh
mana pengaruh motivasi terhadap siswa dalam mengikuti pelajaran?
E.
Tujuan
Penelitian
Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan cara yang lebih efektif dalam
membelajarkan Matematika pada materi suku
banyak
2. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
Matematika khususnya dalam materi suku
banyak melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw.
3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa
pada pelajaran Matematika
4. Membangkitkan minat siswa untuk menyukai
mata pelajaran Matematika
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan
tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengharapkan
penilitian ini bermanfaat sebagai berikut:
1. Bagi
Siswa
a. Memberikan
suasana pembelajaran yang menggairahkan
b. Menghilangkan
anggapan bahwa belajar kelompok itu cukup dikerjakan oleh satu atau dua orang
saja
c. Memupuk
pribadi siswa aktif dan kreatif
d. Memupuk
tanggung jawab individu maupun kelompok
2. Bagi
Guru
a. Mengembangkan
kemampuan guru dalam proses belajar mengajar
b. Melatih
guru agar lebih jeli dalam memperhatikan kesulitan belajar siswa
3. Bagi
Sekolah
Melahirkan siswa-siswa yang aktif dan
kreatif dalam menghadapi permasalahan di lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anton M Mulyono, 2000, Kamus Besar Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka
Depdikbud, 1999, Penelitian Tindakan Kelas,
Jakarta : Depdikbud
Depdiknas, 2005, Pendidikan Matematika , Kurikulum
dan Silabus Pendidikan Matematika , Jakarta : Depdiknas
Depdiknas, 2005, Pendidikan Matematika , Strategi
dan Metode Pembelajaran Pendidikan Matematika , Jakarta : Depdiknas
Johnson DW &
Johnson, R, T (1991) Learning Together and Alone. Allin and Bacon : Massa Chussetts
Oemar Hamalik,
2001, Proses Belajar Mengajar, Jakarta,
P.T., Bumi Aksara
Sardiman, A.M, 2003, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Suharsimi Arikunto, 2006, Penelitian Tindakan
Kelas, Jakarta : Bumi Aksara
Team Pelatih
Penelitian Tindakan, 2000, Penelitian Tindakan (Action Research), Universitas
Negeri Yogyakarta
Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, 2003, Jakarta : Depdiknas
Wina Senjaya,
2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prima
Untuk mendapatkan file lengkap hubungi/ sms ke HP. 085725363887
KEMBALI KE HALAMAN AWAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar