BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya kecenderungan menyempitnya tanah garapan milik petani, sementara mats pencaharian di sektor lain belum dapat-menampung kelebihan tenaga kerja di bidang pertanian adalah masalah yang perlu dihadapi. Menurut data penggunaan lahan di Jawa Tengah tahun 1989 yang meliputi sawah, tegalan, tambak, kolam dan pekarangan, sejumlah 22.403.835 Ha, jika dibagi jumlah rumah tangga yang ada sebanyak-6.233.681 makes akan didapat rats-rats penggunaan lahan tiap rumah tangganya sebesar 0.385 Ha.
Rumah tangga petani di Indonesia yang berpenghasilan cukup adalah mereka yang menguasai tanah pertanian lebih dari 0.5 Ha, dengan rats-rata anggota rumah tangga 5 prang. Rumah tangga dengan leas tanah pertanian kurang dari 0.5 Ha termasuk petani gurem, disamping itu dalam stratifikasi berdasarkan Was penguasaan tanah masih terdapat lapisan ke tiga yaitu rumah tangga tak bertanah.
Rumah tangga tak bertanah dan petani gurem tergolong lapisan buruh tani. Buruh tani yang masih mempunyai modal tanah tersebut dipercaya oleh petani kaya untuk menggarap tanahnya. Hubungan antara pemilik tanah dan penggarap tersebut dapat dipandang hubungan "bapak dan anak buah" (patron client) yang bersifat saling menguntungkan, yaitu disatu pihak mendapatkan upah, pihak lain mendapatkan tenaga kerja. Kelompok ini masih mempunyai ikatan dengan desanya. Sedangkan kelompok buruh tani tak bertanah adalah mereka yang bekerja lepas di desa yang keadaannya lebih sulit dibanding golongan buruh terdahulu. Bagi kelompok ini peluang menyakap (membagi hasil) dan menyewa kecil sekali, oleh karena mereka dianggap tak punya modal. Dan kelompok ini ikatan dengan desanya kurang kuat karena tidak mempunyai pelindung di desanya/tak berbapak, sehingga kalau ada pekerjaan lain di luar desanya mereka akan lebih cepat meninggalkan pekerjaan sebagai buruh tani. (Sajogya, 1977, hal.9)
Rumah tangga buruh tani sebagai bagian dari masyarakat desa tidak dapat dipisahkan dengan peranan wanita didalam pembangunan terutama dengan melihat partisipasinya dalam kerja, baik pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan, seperti halnya pekerjaan pencarian nafkah maupun pekerjaan non produktif yang berupa pekerjaan yang bersangkut paut dengan pekerjaan wanita sebagai ibu rumah tangga. Bekeria bagi golongan buruh tani baik pria maupun wanita adalah merupakan panggilan dalam mencukupi kebutuhan pokoknya.
Keterlibatan wanita dalam menunjang ekonomi, tergambar dari pertumbuhan Angkatan Kerja (AK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) nya. Menurut SUPAS 1985 antara tahun 1980 sampai 1985, angkatan kerja wanita tumbuh 32.6% sedang angkatan kerja laki-lakinya tumbuh 16.4%.
Pertumbuhan TPAK wanita tahun 1980 sebesar 32.65%, ditahun 1985 meningkat menjadi 37.59% untuk laki-lakinya tumbuh dari 68.42% menjadi 68.94%. Melihat gambaran di atas, secara kwantitatif laki-laki jauh lebih besar sumbangan ekonominya dibanding perempuan, namun bila dilihat dari pertumbuhan baik angkatan kerja maupun TPAK nya ternyata tenaga kerja wanita tumbuh lebih besar dibanding laki-laki. (Indikator Sosial Wanita Indonesia, 1989, hal. 30-31)
Melihat angka pertumbuhan angkatan kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja di atas nampak sekali adanya dorongan yang kuat dari tenaga kerja wanita untuk ikut aktif ambil bagian dalam bekeria, terlihat selama kurun waktu 1960-1985 TPAK wanita tumbuh lebih besar dari TPAK laki-laki, terlebih lagi kalau dilihat pertumbuhan angkatan kerjanya, angkatan kerja wanita tumbuh hampir dua kali lipat dari laki-laki. Kondisi, ini tentunya untuk mass-mass yang akan datang perlu adanya perhatian bagi pembuat kebijaksanaan ketenaga kerjaan agar kecenderungan semakin banyaknya angkatan kerja wanita yang memasuki pasaran kerja bisa tertampung sesuai dengan ketrampilan dan pendidikannya.
Dilihat banyaknya tenaga kerja wanita yang tertampung dalam sektor-sektor ekonomi, maka penduduk wanita Indonesia usia kerja di pedesaan menurut SUPAS 1985, sebanyak 64,67 persen bekerja di sektor pertanian, sedang sektor perdagangan 16.86 persen, industri pengolahan sebanyak 11,01 persen, sektor jasa 7 persen dan sektor lain hanya 0.46 persen saja.
Selanjutnya untuk mengetahui waktu yang dieurahkan oleh wanita yang bekerja di pedesaan 1985 diperoleh gambaran sebagai berikut, angkatan kerja yang sementara tidak bekerja 2.7 persen kemudian yang bekerja kurang dari 25 jam per minggu 40 persen, yang mencurahkan waktunya antara 25 sampai 34 jam per minggu 20.9 persen. Dipihak lain yang bekerja antara 35 sampai 44 jam perminggu sebanyak 10.6 persen serta yang mencurahkan waktunya lebih dari 60 jam dalam seminggu tercatat 5.1 persen.
Dari pencurahan waktu yang dilakukan oleh wanita di luar rumah tangga tahun 1985, ternyata lebih separuhnya (57.3 persen) bekerja di atas .25 jam perminggu. Keadaan ini merupakan suatu studi yang menarik karena kegiatan tenaga kerja wanita di pedesaan tidak saja bersifat produktif, tetapi jugs non produktif. Selain daripada itu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keinginan seorang wanita terutama isteri untuk ikut aktif bekerja di luar rumah, tentunya merupakan masalah yang cukup menarik.untuk dikaji.
Dengan mempelajari kehidupan di pedesaan diharapkan dapat memberikan informasi tentang peranan wanita di pedesaan beserta permasalahan yang dihadapinya, sehingga lebih lanjut diharapkan program - program pemerintah dapat menjangkaunya.
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang berkenaan dengan curahan waktu kerja wanita di pedesaan adalah
1. Bagaimana pengaruh proporsi pendapatan wanita dalam keluarga, pendidikan kepala keluarga, pendidikan wanita, jumlah tanggungan keluarga, luas areal garapan, dan status wanita dalam keluarga terhadap curahan waktu kerja wanita di pedesan ?
2. Apakah ada hubungan yang nyata antara status wanita pedesaan dalam keluarga dengan proporsi pendapatannya dalam keluarga.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh proporsi pendapatan wanita dalam. keluarga, pendidikan kepala keluarga, pendidikan wanita, jumlah tanggungan keluarga, luas areal garapan, dan status wanita dalam keluarga terhadap curahan waktu kerja wanita di pedesaan.
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang nyata antara status wanita pedesaan dalam keluarga dengan proporsi pendapatannya dalam keluarga.
D. Kegunaan penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan kependudukan dan ketenagakerjaan di pedesaan, khususnya tenaga kerja wanita. Sekaligus peningkatan pecan wanita di dalam pembangunan bangsa.
2. Dapat digunakan sebagai dokumen ilmiah serta somber literatur bagi penelitian berikutnya.
3. Berguna bagi pengembangan Ilmu Demografi, Ilmu Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ilmu Ekonomi Pertanian, serta ilmu lain yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1980 , Sensus Penduduk, Biro Pusat Statistik Jakarta.
Anonim, 1987, Indikator Sosial Nanita, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Arif Budiman, 1983, Pembagian kerja Secara Seksual, Sebuah perubahan sosial tentang peranan wanita Dalam Masyarakat, Gramedia, Yogyakarta
Eoserup, Ester, 1970, Alomen Role in Economic Development, St. Martin's Press, New York.
Dawam Raharjo, 1982 Tranformasi Pertanian, industrialisasi dan kesempatan kerja, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Diah Widarti, 1934 Analisis ketenagakerjaan di Indonesia berdasar Data Sensus Tahun 1971 & .1980 pusat penelitian kependudukan Universitas Gaah Mada, Yogyakarta.
Ida Bagus Mantra, 1995 Pengantar Studi Demagrafi, Nur Cahafa, Yogyakarta.
Juster, Stafford 1991, "The Allocation of Time", Journal of Economic Literature, Vol. XXIX June.
Ken Suratiyah, 1984 Wanita dan Kerja di Pedesaan (Study kasus di Daerah Padi Sawah Inmum) kecamatan Turi kabupaten Sleman, Pusat Peneli tian Kependudukan Universitas Gajah Mada , Yogyakarta.
M. Husein Sawit, 1984, Perkemangan Dan Pola Musiaman Peluang Kerja Rumah Tangga Pedesaan di jawa, Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Mulyanto, ………, Emansipasi dan Peranan Ganda wanita Indonesia, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Pujiwati Sajogya, 1987, Pengembangan Peranan Wanita khususnya di Pedesaan yang Sedang Rercrbah Pari masyarakat Pertanian ke Industri di Indonesia, LP-IPB, Sogor.
Sajogya, 1983 Profi1 Rumah Tangga Pertanian (pola pemilikan tanah dan masalah Petani Rerlahan Sempi), Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Siti Partini, 1985, Pola kerja Wanita Kawin, Pusat Penelitian kependudukan Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.
Su1istyo, 1982, Pengantar Ekonometrika, BPFE, Yogyakarta
Susilowati, 1993, migran Wanita di kotamadya Surakarta dan Peranannya Dalam Penghasilan keluarga Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Susilowati, 1993 Peranan Ekonani dan Status sosial wanita dalam keluarga Miskin di kotamadya karta, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Toto Sugito, 1979, “Pengembangan Usaha tani di Jawa Tengah” , Agra Ekomomika, No. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar