Pencarian

SELAMAT DATANG

Skripsi TA, Tesis, PTK merupakan salah satu tugas akhir dari setiap mahasiswa S1 maupun S2 dalam rangka memperoleh Gelar Kesarjanaan sesuai dengan bidangnya masing-masing, dan harus dipertahankan kebenarannya di hadapan Team Penguji.
Skripsi TA, Tesis, PTK pengerjaannya bersifat individual dan tidak dibenarkan menjiplak atau plagiat milik orang lain. Saya sangat tidak mendukung PLAGIAT!!
Namun demikian tidak dpat dipungkiri adanya contoh-contoh Skripsi TA, Tesis, PTK dapat memperlancar proses pengerjaan tugas tersebut, karena dengan adanya contoh Skripsi TA, Tesis, PTK yang sudah jadi mahasiswa bisa memperoleh gambaran tentang tugas yang sedang dikerjakannya dan juga bisa memperoleh inspirasi.
Disamping itu, contoh-contoh Skripsi TA, Tesis, PTK dapat digunakan sebagai pijakan / dasar untuk melakukan penelitian lanjutan, sehingga akan dihasilkan Skripsi TA, Tesis, PTK yang lebih sempurna.

Atas dasar itulah, kami berusaha membantu rekan-rekan menyediakan contoh-contoh Skripsi TA, Tesis, PTK dari berbagai jurusan.
Disini juga saya sediakan makalah dan juga ebook buku2 penunjang dalam pembuatan tugas yang bisa didownload secara GRATIS.

Selamat berselancar di Blog kami, semoga apa yang anda cari ada disini, dan tugas yang sedang anda kerjakan dapat selesai dengan lancar.

Bila Judul Skripsi yang anda cari tidak ada di Blog ini, silahkan tanyakan langsung dengan sms ke HP 0856 0196 7147


SALAM SUKSES BUAT ANDA.


Link-Link DOWNLOAD GRATIS berada menyebar di Seluruh Katalog dan terus bertambah.

Senin, 19 Desember 2011

HK 210: Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia


BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pada pertengahan bulan Oktober tahun 2002 telah terjadi akasi terror berupa pengeboman di bali yang telah memakan korban 184 orang. Bagi Indonesia ledakan bom Bali makin menguatkan  asumsi dunia bahwa di Indonesia terdapat kelopok teroris. Sebelum perisatiwa ini Indonesia telah dituding sebagai sarang teroris dengan banyaknyaaksi pengobaman berupa pengeboman dutarumah besar Pilipina dan rumah- rumah peribadatan.
Kasus bom Bali telah memaksa pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan PERPPU Antiteroris. Walaupun sebenarnya PERPPU tersebut telah disiapkan setahun sebelumnya yakni pasca terjadi pengebomam gedung WTC (World Trade Cernter) di New York tangal 11 September 2002.[1]. banyak pihak yang meragukan PERppu tersebut, yang sekarang telah menjadi UU No 15/ 2003. Keraguan itu diaggap wajar karena UU tersebut bersifat multiinterpretatif dan terlalu banyak memberikan wewenang yang sangat besar terhadap Negara yang berujung kepada ekses terjadinya pelanggaran HAM.[2] Beberapa catatajn dalam UU No 15/ 2003 tersebut dipandang tepat mengundang keraguan politik adalah dibidang perlindungan hak- hak sipil yaitu :
a.       Mengancam kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat. Pasal 20, misalnya, meyebut bahwa “…..tindakan  mengintimidasi erhadap penyidik….dsb. tanpa pembatan apa yang dimaksud “inmidasi”, rumusan pasal ini adalah pembatasan terhadap media massa ataupun mereka yang memberikan komentar atas suatu proses hokum atas tindak pidana terorisme.
b.      Mengancam hak- hak individual melalui tindakan penyadapan telepon, pengawasan buku bank dan seterusnya, yang semata- mata berdasarkan laporan intelejen (pasal 26 ayat 2 dan pasal 30)[3]
c.       Mempelakukan ketentuanpidan aterorisme berlaku surut ( retroactive).yan bertentangamn dengan hak sipil. Retroadtive hanya dimungkinkan terhadap kejahatan HAM sebagamana diatur dalam konvensi in Geneva 1949.[4]
Sementara itu perdebatan tentang terorisme terus bergulir pasca meledaknya bom di Bali. Pada satu titik semuya orang sepakat bahwa terorisme adalah kejahatan kepada manusia. Namn pada titik lain kemudian muncul pro dan kotra tentang siapa pelaku dan dalangpeledakan bom tersebut.
Belum lagi perdebatan siapa bom Bali usai, muncul perdeban yang tak kalah sengit terhadap siapa sebenarnya pantas disebut sebagai teroris. Karena pada pasal 6 UU No 15/2003 ini dijelaskan bahwa setiap orang dalam ketentuan undang- undang ini didefinisikan sebagai seseorang atau korporasi. Sekarang bagaimana jika tindakan tersebut dilakukan oleh Negara. Pertanyaan itu timbul di anggap wajar karena belum adanya definisi yang jelas apa itu teroris walaupun ia memiliki indicator.  Di sisi lain, aktifitas Negara sering juga menimbulkan rasa takut, serta kerusakan dan kehancuan lingkungan hidup yang sebenarnya merupakan salah sat indikasi tindakan terorisme.
Negaramempunyai kewajiban untuk mencagah dan memerangi terorisme. Secara procedural, kewajiban ini menimbulkan dilema antara keniscayaan diskresi kewenangan kepada institusi Negara di satu pihak dan keharusan Negara untuk tetap melindungi hak- hak asasi manusia warga sipil. Namun perlu diketahui, dalam dokumen HAM tentang hak- hak sipil dan politik. (1966)ditonjolan betapa pentingnya alas an tetang yang berdasarkan atas keamanan nasional (national security).seanjutnya pembatasan juga dimungkinkanatas dasar daruratyang sah (Officially Ptoclaimed public emergencis) yang membahayakan ehidupan bangsa. Persyaratan ketat yang berkaitan dengan kondisi darurat (exigencies of the tation) anpa diskriminatif apapun.[5]
Perlu dicacat disini bahwa hak- hak yang dapat dibatasi hanyalah hak- hak relative  (derogable right), sedangkan hak- hak absoluad (non- Derogable Right), seperti hak untuk hidup, hak untuk tidakdisiksa, bebas perbudakan,hak persamaan dalam hokum, kebebasan beragama, bebas dari berlakunya hokum secara surut tidak dapat dibatasi sekalupn Negara dalam keadaan darurat.[6]
Demikian hak- hak sipil itu begitu dihargai dan tidak dapat dibatasi walaupun dalam keadaan darurat. Tapi walaupun demikian, denganterjadinya bom di Bali pemerintah mengeluarkan PERPPU Antiteroris No 1 tahun 2002, yang sekarang telah menjadi undang- undang No 15 tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme. Walaupun demukian banyak pihak baik dari akademisi maupun pengamat yang beanggaan undang- undang tersebut memiliki potensi atas pelanggarang HAM yang dilakukan Negara oleh karena itu penulis sangat tertarik untukmembahas undang- undang tersebut dari sudut HAM guna merspon isu- isu yang berkembang dalam masyarakat. Diman penulis akan mencoba mendifinisikan pasal- pasal yang bertetangan dengan HAM. 

B.  Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis sengaja membatasi masalah agar lebih terfokus. Oleh karena itu penulis hanya membahas masalah undang- undang No 15/2003 Tentang Tindak Pidana Terorismedalam benuk mengidentifikasi pasal- pasal pidana forilnya yag memiliki potensi untuk terjadinya pelanggara HAM.

C.   Perumusan Masalah
Dalam pebahasan kali ini, ada beberapamasalah yang sekiranya akan dijawab oleh peulis, yaitu :
1.      Apakah rumusan tindak pidana terorisme dalam UU No 15/2003 tersebut telah sejalan dengan perlindungan HAM?
2.      Bagaiman pidana fomil UU No 15/2003 yang meliput penahanan, pengkapan, pemeriksaan bkti dan pemeriksaan di bidang pengadilan jika dilihat dengan sudut pandang Hukum HAM?

D.  Tujuan Penelitian
Sebelumnya dengan kajian terhadap U No 15/2003 dari sudut Hukum HAM, maka tujuan peelitian ini adalah untu mejawab permasalaha yang ada dalam prumusan masalah sebagai mana berikut :
1.       Untuk megetahui apa dan bagaimana rumusan UU No 15/ 2003tentang  Tindak Pidana Terorisme yang sejalan dengan HAM.
2.      Untuk mengetahui bagaiman apidana formil UU No 15/2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme jika dilihat dari HAM.

E.  Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis yaitu :
1.      Dari segi toritis
Hasil daripenelitian ini diharpakan dapat menja.wab respon- respon yang berkembang di masyarakat tetang UU tersebut dalam hokum HAM.
2.      Dari segi praktis
Hasil penelitian ini diharpakan dapat menjadi masukan berupa pemerintah dan para akademis lainnya.

F.   Tinjauan Pustaka
Peristiwa terror dan terorisme saat ini telah menjadi isu global. Faktaya terorisme telah menjadi kejahatan lintas Negara yag terorganisasi rapi, professional dengan jaringan yang luas sehingga telah menjadi kejahatan yang berspektrum internasional. Terorisme ini tidak lagi dipandang sebagai kejahatan biasa, tetapi secara akademis telah dikatagorikan sebagai kejahatanluar biasa (extra ordinary crieme) bahkan dikatagorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity)[7]
Per definisi, istilah terorisme belm disepakati secara universal. Yang disepaki terorisme adalah aksi atau tindakan kekerasan (viiolence)yang merusak (destructive). Terorisme hanya dapat diketahui dari cirri- cirinya antara lain menghilangkan nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan kerugian antara harta benda, merusak dan menghancurkan lingkungan hidup, objek- objek vital yang strategis, fasilitas public atau fasilitas internasional. Oleh karena itu menurut Muladi, tindak pidana terorisme dapat dikatagorikan sebagai mala per se atau  mala in se, tergolong kejahatan terhadap hati nurani. (crime against conscience), sebab menjadi jahat bukan karena di atur tau dilarang oleh undang- undang, tetapi pada dasarnya tergolong sebagai  natural wrong atau acts wrong in them selves.[8]
Di samping itu, juga tercakup ancaman terhadap kesatuan Negara, mengganti ideology dan dasar Negara, melakukan gerakan persenjata secara sistematis dan terorganisasi serta menghancurkan moralitas sehingga masyarakat menjadi bodoh dan tidak bisa berfikir sehat terorisme memiliki cara yang khas
Yaitu penggunakan  kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan politik. Metodenya adalah pemboman, pembajakan, pembunuhan, penyanderaan,  dan aksi kekerasan bersenjata.[9]
Terorisme merupakan fenomena yang sangat kompleks. Sebagai fenomena kekerasan, kaitan antara fenomena dan aksi- aksi terror tidak dapat dirumuskan dengan mudah. Dalam resolusi dewan keamanan PBB No 1378 tahun 2001 tentang memerangi terorisme internasional maupun UU No 15/ 2003 tentang pemberantasan tindak pidana teriorisme tidak terdapat rumusan dan batasan- batasan jelas tentang terorisme bahkan pengertian terorisme itu hanya terbatas pada orang/ organisasi/ koorperasi saja beserta indikasi- indikasinya.
Dalam UU No 15/ 2003 pasal 6 ada upaya mencoba member gambaran terorisme yang berbunyi “ setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan atau ancaman kekerasan menimbulkan Susana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat missal, dengan cara merampas kemerdekaan atau  hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan ata kehancura terhadap objek- objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas public atau fasilitas internasional,dipidana dengan pidana mati. atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (tahun). Memang indikasi- indikasi aksi terror secara langsung maupun, tdak telah sedikit banyaknya telah mengancam hak asasi manusia.
Dalam dinamika kehidupan bernegara, ada tiga hal yang tidak bisa dilepaskan dari konteks pembicaraan. Pertama, masyarakat yang menjadi elemen pertama Negara. Kedua, Negara yang menjadi institusi oganisasi berbagai kepentingan.  Ketiga, adalah ekses yang muncul dari relasi masyarakat dan Negara, dan ekses ini berwujud pada hak- hak asasi dari individu- individu yang menjadi bagian dari masyarakat dan Negara.[10]
Negara adalah sebagai pelindung utama dari pelaksanaan HAM yang dinikmati oleh warga Negara, karena HAM adalah hak hokum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak- hak tersebut bersifat universal dan dimiliki oleh setiap orang., kaya atuapun miskin, laki- laki ataupun perempuan. Hak- hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapitidak pernah di hapuskan, dan HAM dilindungi oleh konstitusi dan hokum nasional banyak Negara di dunia.[11]
Banyak Negara dengan dalih melindugi HAM malah justru melanggar HAM itu sendiri. Karena HAM memang tidak dapat dihapus karena ia melekat [pada setiap orang, tetapi pelanggaran HAM sering kali terjadi tanpa disadari. Karena pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorag atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak atau kelalaian yang secara melawan hokum mengurang, menghalangi, membatsi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompojk orang yang dijamin oleh undang- undang, dan, tdak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hokum secara adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum yang berlaku.[12]

G.  Metode Penelitian
Adapun metode yang diterapkan pada penulisan ini meliputi hal- hal sebagi berikut:
1.      Jenis penelitian
a.       Penelitian normative dengan enggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
b.      Penelitia ini bersifat kepustakaan murni, di mana data dan informasi dikumpulkan dan berbagai literatur buku, dokumen, majalah, artikel dan catatan- catatan lainnya.
2.      Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan dat ang dipakai untuk penelitian ini adalah metode dokumentasi yang meliputi[13]:
Bahan objek primer dalam penelitianini adalah kebijakan pemerintah berupa UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Adapun data yang diperlukan untuk meganalisis bahan primer adalah undang- undang yang menyangkut hak asasi manusia dan keterangan yang diperoleh yang berupa dokumen- dokumen, artikel dan buku- uku tentang HAMdan terorisme.
3.      Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data ini penulis menggunakan metode analisis normative kualitatif yaitu analisisuntk mengungkapkan dan memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan persyaratan dari sejumlah akademisi dan pengamat dalam bentuk tulisan- tulisan yang terdapat dalam buku- buku dan arikel- artiel.[14]

H.  . Sistimetika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi pokok masalah secara terperinci yang terdiri dari empat bab, dari bab ini terdiri dari beberapa sub- sub yang disusun sebagai berikut:
Bab pertama adalah Pendahuluan yang berisi dari: latar belakang masalah, perumusan masalah yang berisikan bagimana dan apa itu terorisme dan pengertian HAM beserta aspek- aspek di dalam dan bagaimana UU No 15/2003 dalam pandangan Hukum HA, tujuan penelitian dan metode penelitian.
Pada Bab Kedua penulis memmbahas pengertian tentang terorisme serta aspek- aspeknya, serta membahas apa yang dimaksud dengan tindak pidana dan bagaimana pidana foril yang sesuai dengan hokum HAM yang melipui hak- hak terdakwa/ ersangka diantaranya penangkapan, penyidikan, penahanan dan pemeriksaan bukti- buktidan lain- lain
Bab Ketiga, Pada bagian ini penulis mecoba mengidentifikasi pasal- pasal krusial yang memiliki potensi akan terjadinya pelanggaran HAM dalam pidana formil UU No 15/2003 dan menganalisanya dengan tujuan HAM.
Bab keempat berisi penutup kesimpulan dan saran-saran serta lampiran.



[1] Salahuddin Wahid, Melawan terorisme di Indonesia, Republika, 31 Oktober 2002, hal
[2] Ibid
[3] Rachland Nashidik, Kebijakan alternative Penanggunang Terorisme.  WWW..infid.be/bijakan impersial html 29 Oktober 2002
[4] Peter Baeht.at. all, Instrumen Internasional Pokok Hak- Hak Asasi Manusia, Jakarta : yayasan obor Indonesia 2001, hal. 129
[5] Muladi, HAM, Politik dan system Peradilan Pidana Undip semarang, 1997, hal xII
[6] Ibid hal XII
[7] Perpu No 1 tahun 2002  Tentang Pemberatasan Teorisme
[8] Mompang L Penggabean, Mengkaji Kembali Perppu Anti Terorisme, Republika 22 Oktober 2002, hal. V
[9] AM Fatwa, Terorisme dan Bahaya  Hijau, Republika 30 Nopember 2002, hal. V
[10] Sri Hastuti Puspitasari,Perlindungan HAM dalam masyarakat bernegara JURNAL HUKUM UJI, No 14 VOL 7 2000, hal. 4
[11] C. de Rover, To serve and to Protect, Rajawali Pres Jakarta, 2000, hal 47
[12] Undang- undang  No 39 tahun 1999  tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia
[13] Soejono Soekanto, pengantar Penelitian Hukum. UII Press Jakarta, 1986, hal.10

[14] Lexy. J. Molang,  MEtolgi Penelitian Kualitatif,  PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1994. Hal. 190




DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, Meriam, Dasar- Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta 1993
Baehr,Peter, at. Al, InstrumenInternasional pokok ak- hak asasi manusia, Yayasan Obor: Jakarta, 2001, hal 129
Chazawi, Adami, Pelajatan hukum Pidana I, Raja Grafindo, jakarta 2002
Fatwa, AM, Terorisme dan bahaya hijau, Republika 30 November 2002, hal V
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyelidikan dan Penuntutan,  Sinar Grafika, jakarta 2002
---------, pembahasan Permasalahandan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan peninjauan Kembali , Sinar Grafika, Jakarta 2002
Hamza, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1986
Loqman, Loebby, Delik Politik Di Indonesia, IND-Hill, Jakarta 1993
Lilich, B Richard, hak- Hak Spil, BKBH, UMS. 2001
Marpaung, Leden, unsur- Unsur yang dapat Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta. 1991
Moeljatno, Asas- asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta 1983
Muladi, HAM, politik dan sistem peradilan pidana, Undip : Semarang, 1997, hal. XII
Prodjodikoro, wirjino, Asas- asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco Jakarta 1981
Prakoso, Djoko, Kejahan- Kejatan yang merugikan dan membehayakan negara,bina aksara,jakarta 1987
Poernomo, Bambang, Asas-asas hukum Pidana, Ghalia, Jakarta 1976
Parthiana,  Wayan, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju , Bandung 1990
Puspitasari, sri Hastuti,perlindungan HAM dalam masyarakat bernegara,Jurnal Hukum UII, No 7 2000, hal, V
Penggabean, Mompang 1, Mengkaji kembali Perppu Antiterorisme, republika 22 Oktober 2002, hal V
Partanto, A Pius, dkk,  Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya. Hal 1994
Rover, de, To Server and To Protect, Raja Grafindo, jakarta, 2000
Rover, de, To Server and To Protect, Raja Grafindo, jakarta, 2000,hal 47
Sdarto, Hukum Pidana I,  Yayasan Sudarto, UNDIP Semarang 1990
Soerodibrojo, Soerjono, Pengantar penelitian Hukum, UII Press, jakarta 1986, hal 10
Siegel L, Larry, Criminology, West Publishing Company, New York. 1983
Widhayanti, Erni, Hak- hak Tersangka’ Terdakwadi dalam KUHAP, Liberty, Yogjakarta. 1988
Sinaga, Bintatar, Kejatanan Terorisme, jurnal Keadilan Vol 2 No 2.2002
Wahid, Salahuddin, melawan Terorisme di Indonesia, Republika 31 Oktober 2002, hal V
Lutan, Ahwil, Terorisme, www.hukum-online.com , 04-04-2002
Juwana, Hikmahamto, Catatan Singkat RUU Atiterorisme, www.hukum-online.com 01-06-2002
Af, Abu Muhammad, terorisme Internasional, www.hukum-online.com, 01-19-2003
Modul pelatihan Ham,fair Trial, badan konsultasi Bantuan Hukum , UMS. 2001
undang- undang No 39 tahun 1999 tentang HAM
PERPPU No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
UU no 15 tahun 2003 tentang Pembernatasan Tindak Pidana Terorisme


Untuk mendapatkan file lengkap hubungi/ sms ke HP. 085725363887
KEMBALI KE HALAMAN AWAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar