BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Proses menuju
tua meskipun suatu hal yang wajar dan terjadi pada setiap makhluk hidup,
merupakan hal yang pada banyak orang bertentangan dengan keinginan hati
nuraninya (Mohammad, 1987). Menurut Adhylla (1992), proses menua ditandai
dengan hilangnya potensi individu secaraa progresif atau dapat berubah secara
cepat. Keadaan fisik orang lanjut usia sudah semakin lemah, tanggapan rangsang
dari luar semakin lambat, serta keadaan emosi yang cenderung kurang stabil.
Masalah usia
lanjut ini merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu
suatu geriode dimana seseorang tidak beranjak jauh dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Bagi
individu yang bersangkutan, masalah usia lanjut ini merupakan periode
menakutkan (Hurlock, 1990).
Menurut Haditono
(1991), menjadi tua itu tidak hanya ditentukan oleh faktor medis-biologis saja,
melainkan juga oleh faktor sosial, ekonomi, sejarah (sejarah hidup sendiri)
dan psikologis. Hurlock (1990), juga mengatakan pada orang usia lanjut terjadi
berbagai kemunduran pada dirinya. Kemunduran itu sebagian datang dari faktor
fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik ini merupakan
suatu akibat dari proses menua yang ditandai dengan perubahan pada sel-sel
tubuh. Sedangkan kemunduran yang disebabkan oleh faktor psikologis antara lain
berkaitan dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri ini cenderung mengarah pada
penyesuaian diri yang buruk dalam berbagai bidang kehidupan.
Dua dari sekian
banyak tugas perkembangan yang paling sulit pada masa usia lanjut berkaitan
dengan bidang yang juga penting bagi setiap orang dewasa, yaitu pekerjaan dan
kehidupan keluarga. Pada umumnya, para usia lanjut mempunyai masalah dalam
menyesuaikan diri terhadap kedua bidang tersebut. Terlebih lagi mereka juga
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun, dimana bagi
sebagian besar para usia lanjut, pensiun tersebut terasa datang lebih cepat
setelah memasuki usia lanjut (Hurlock, 1990).
Pensiun, menurut
Troll (1975), secara langsung, berhubungan dengan orientasi karyawan terhadap
kerja dan waktu luang dan pada sejumlah kebebasan terbuka pada kehidupan
merekaa selanjutnya. Sedangkan menurut Flippo ;1989), pensiun telah dirumuskan
oleh beberapa orang sebagai “suatu peran tanpa peran”. Dalam suatu masyarakat
yang dibangun berdasarkan etika kerja, peralihan dari suatu peran kerja
produktif yang nyata pada suatu hari telah menanamkan keyakinan bahwa pensiun
mengakibatkan penyakit mental dan jasmani serta kadang-kadang kematian yang
terlalu cepat. Bagi banyak orang, kerja adalah kehidupan dan pengangguran
adalah atau kematian yang hidup.
Pensiun
dipelajari sebagai suatu posisi, suatu proses maupun sebagai suatu kejadian.
Perubahan dalam posisi tersebut akan selalu terjadi dimasa pensiun karena telah
dianggap bahwa selama bekerja perannya difokuskan terutama pada kehidupan yang
meliputi identitas dan posisi sosialnya, untuk kemudian masa pensiun harus
dijalankan yang berarti tidak adanya identitas dan tidak adanya fokus, dan
seseorang yang pensiun dianggap sebagai seorang yang kurang berperan dalam
kehidupan sosial (Troll, 1975).
Meichati (1990)
menyatakan bahwa masa pensiun bagi kebanyakan pegawai diidentikkan dengan masa
istirahat, di karenakan mereka tidak lagi bekerja secara penuh untukk
perusahaan dimana ia bekerja. Beberapa orang berpikir bahwa masa pensiun itu
merupakan berkah dan keberuntungan sedangkan yang lain menganggapnya sebagai
kutukan. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan-perberlaan sifat bawaan,
sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan, serta pola hidup dari
masing-masing individu.
Seperti yang
telah dikemukakan di atas, pada masa pensiun
ini timbul perubahan fisik dan perubahan psikologis tertentu, yang diikuti
dengan perubahan pada penyesuaian diri seseorang terhadap masa pensiun. Selain
itu, adanya faktor lain Yang turut mendukung seseorang untuk lebih menyesuaikan
diri juga sangat menentukan. Faktor-faktor itu antara lain adanya masaa luang
yang baru akibat tumbuhnya masa pensiun, atau dia mungkin merasa takut karena
diaa merasa diasingkan oleh lingkungannya.
Menurut Hurlork
(1990), kondisi-kondisi tertentu dapat membantu penyesuaian diri terhadap masa
pensiun, sedangkan kondisi yang lain dapat menghambat penyesuaian. Sikap para
pekerja terhadap pensiun pasti mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penyesuaian.
Bradbury (1987),
mengatakan bahwa orang-orang pensiunan, yang terputus dari pekerjaan dan dari
arus kehidupan, menghadapi masalah penyesuaian keuangan dan psikologis.
Penghasilan mereka berkurang, anak-anak sudah mempunyai keluarga sendiri,
teman-teman lama tidak ada lagi. Mereka mungkin merasa tidak berguna dan
terkucil, lagipula sikap masyarakat terhadap mereka dapat memperkuat perasaan
iri.
Di negara
berkembartg seperti Indonesia, pensiun juga membawa masalah bagi orang Yang
menjalaninya. Bagi orang-orang yang sudah pensiun (mantan, purnawirawan) yang
sudah dirumahkan, segala fasilitas, jabatan, kemudahan, respek, puja-puji, uang
jabatan dan kemewahan yang bisa diterima sewaktu masih menjabat dahulu,
semuanya sudah habis. Maka perasaan kehilangan semua fasilitas dan keenakan
tadi dirasakan sebagai beban mental yang berat, dan tidak mampu diterima oleh
kemampuan psikisnya. Sekarang semangatnya jadi berkurang menghadapi segala
kandisi yang serba terbatas. Khususnya bagi orang-orang yang bermental lemah
dan belum siap secara jiwani menghadapi masaa pensiun, peristiwa tanpa kerja
formal itu dirasakan sebagai pukulan batin. Lalu muncul perasaan-perasaan tidak
berguna, putus asa, bingung, yang semuanya jelas mengganggu fungsi-fungsi
kejiwaan dan organiknya (Kartono & Andari, 1989).
Keadaan seperti
itu oleh Husada (1986, dikutip dari Adhylla, 1992) dapat dikatakan sebagai
gejala Fostt power syndrom, maksudnya
adalah individu yang sudah bebas dari jabatan, belum dapat sepenuhnya terbebas
dari jabatan, belum dapat sepenuhnya terbebas dari dorongan untuk dapat
bersikap atau bertindak seperti itu sewaktu masih berada didalam puncak
kekuasaan atau jabatannya. Dasar dari gejala ini sebenarnya adalah dorongan
untuk mempertahankan nila-nilai dirinya sebagai pejabat atau penguasa diwaktu
ia benar-benar memegang jabatan atau kekuasaan itu, maupun sekarang ini diwaktu
pensiun. Dalam hal ini berkembang tendensi untuk menilai lebih positif keadaan
dimasa-masa kekuasaan dan jabatannya dan menilai lebih negatif keadaan sekarang
ini, sewaktu ia sudah berada diluar jabatan atau kekuasaannya. Keadaan semacam
ini menimbulkan turunnya rasa harga diri, rasa tidak dibutuhkan serta tidak
bergunaa lagi.
Hurlock (1990),
juga menambahkan bahwa padaa umumnya pekerja. yang merasakan kepuasan dalam
pekerjaannya, ada kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun bilaa
dibandingkan dengan pekerja. Yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya.. Hal ini dapat disebabkan karena tidak
adanya kegiatan sebagai ganti dari pekerjaannya yang terdahulu yang dapat mendatangkan
kepuasan bagi dirinya atau karena ia keberatan untuk melepaskan sesuatu yang
bagi dia sangat berarti, yaitu pekerjaan.
Sesuai dengan
yang penulis jabarkan di atas, makaa penulis ingin mengetahui apakah ada
hubungan negatif antaraa kepuasan kerjaa dengan penyesuaian diri terhadap ma.sa pensiun.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dengan penyesuaian diri terhadap masa
pensiun.
2.
Untuk
mengetahui sejauhmana kepuasan kerja yang didapat.
3.
Untuk
mengetahui sejauhmana penyesuaian diri yang didapat.
C.
Manfaat
Penelitian
Penulis berharap dari penelitian ini
dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1.
Dapat
memberikan sumbangan teoritis bagi ilmu psikologi
terutama psikologi industri dan organisasi sertaa dapat digunakan untuk
mengadakan penelitian selanjutnya.
2.
Dapat
memberikan sumbangan praktis bagi para pegawai yang merasa puas ataupun tidak
puas agar dapat melakukan penyesuaian diri terhadap masa pensiun dengan baik
tanpa ada hambatan yang berarti.
3.
Dapat
memberi wawasan yang lebih luas pada pegawai yang tengah menjalani masa
pensiunnya dan dapat menyesuaikan diri dengan baik, sehingga dapat diharapkan
dapat mencapai kesehatan mental yang mengarah pada ketenangan hidup.
4.
Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perusahaan dalam
mempersiapkan karyawannya untuk memasuki masa pensiun.
KEMBALLI KE HALAMAN AWAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar