BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk
republic, berdasarkan Pancasila dan UUD’45, pasal 27 ayat (2) UUD’45 berbunyi:
tiap- tiap warga Negara berhak atas pekerjaannya dan penghidupanya yang layak
bagi kemanusiaan. Berpangkal tolak dari pasal tersebut maka selayaknya manusia
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya seperti pangan, sandang dan papan
Untuk memenuhi kebutuhan akan papan bagi manusia
diperlukan tanah, jumlah tanah yang tetap dan jumlah manusia yang semakin meningkat
akan selalu menimbulakan maslah- masalah pertanahan. Masalah- maslaah akan
pertanahan di Indonesia pada waktu ini terasa begitu rumit ruwet dan nyaris tak
dapat diurai, berbagai masalah pertanahan yang ada saling berkaitan, sehingga
sulitm dicari nama yang menjadi pangkal dan mana yang sebagai ujungnya,
beberapa diantaranya seperti kasus sertifikat tanah palsu, sertifikat dobel,
penguasaan tanah absentee, penguasaan dan pemilikan tanah melampui batas luas
maksimum, penelantar tanah, merajalelanya calo- calo tanah belum lagi kalau
kita bicara masalah tertib penggunanan tanah, sering kita lihat di beberapa
daerah, lahan subur digunakan kepentingan lain diluar pertanian, misalnya untuk
komplek perumahan atau perkantoran.
Ada pepatah Jawa : sedumuk batuk senyari bumi den
labuhi saker pati, pecahing dada wutahing ludira. Pepatah ini menggambarkan
bagitu tingginya penghargaan masyarakat kita terdapat tanah, sehingga setiap
jangkalan mesti dipertahankan dari jarahan tangan puhak lain, untuk itu bila
perlu nyawapun dipertaruhkan.
Mengingat kenyataan ini, maka penanggulangan masalah-
masalah pertanahan kini terasa begitu mendesak disamping itu tidak bisa
diabaikan. Tentu ini bukan menjadi tugas kewajiban pemerintahan saja dalam
masalah ini adalah Badan Pertanahan Nasional, tetapi juga merupakan tanggung
jawab seluruh warga masyarakat.
Dalam Repelita III disebutkan langkah- langkah
kebijaksanaan pertanahan yang akan dilakukan antar lain menyangkut peningkatan
pelaksanan peraturan yang memungkinka petani dapat menguasai tanah sesuai
dengan penetapan batas minimum dan mencagah usaha pemecahan pemilihan tanah
pertanian menajdi unit- unit kecil (pasal 17 UUPA jo pasal 8 dan 9 UU No.
56/Prp/ 1960), sering disebut dengan progam landreform.
Selain itu disebutkan pula langkah- langkah untuk
menegakkan kaepastian hukum pertanahan bagi petani dengan mengefektifkan fungsi
pendaftaran tanah.fungni pendaftaran tanah.
Kemudian juga ditegaskan langkah-langkah untuk menegakkan
ketentuan bagi hasil, pembatasan maksimum pemilikan dan penguasaan tanah: suatu
hal lagi yang sangat penting yaitu, ditegaskan langkah- langkah untuk
memberikan jaminan kepada masyarakat, berhak hak atas tanah hanya dapat dicabut
untuk kepentingan umum dengan pemberian ganti rugi kepada yang berhak menurut
ketentuan UU (pasal 18 UUPA jo UU bo. 20/ 1960 dan UU no. 51/Prp/ 1961)
Dalam ketetapan Majelis Purmusayarakatn Rakyat
melalui tap no. II/MPR/ 1988 juga diatur masalah penanggulangan tanah. Tap MPR
No.II/MPR/ 1988 tersebut menyatakan bahwa agar pemanfaatan tanah sungguh-
sungguh membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat serta dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial, maka disamping menjaga kelestariannya perlu
dilaksanakan kelestariannya perlu dilakasanakn penataan kembali penggunaan,
penguasaan dan pemilikan tanah.
Tujuan yang hendak dicapai melalui progam penataan
kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah tersebut adalah tidak lain
daripada:
-
Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
-
Untuk mewujudkan keadilan sosial
Masalah penataan kembali penggunan tanah adalah jelas
mutlak diperlukan sehingga penggunaan tanah akan betul- betul diarahkan
pemanfaatannya secara Lestari Optimal dan Seimbang (LOS) guna kesejahteraan
rakyat.
Menata penggunaan tanah adalah bermaksud agar supaya
jangan sampai terjadi sebidang tanah dimanfaatkantidak sesuai dengan fungsi dan
nilai daripada tanah yang bersangkutan.
Di muka telah disinggung masalah Landreform, yaitu
suatu perombakan dasar atau peromakan suatu apa yang disebut dengan struktur
pertanahan secara teknis. Menurut Boedi Harsono dalam bukunya pokok-pokok Hukum
Agraria Indonesia, pengertian Landerform ini ada dua yaitu dalam arti luas dan
dalam arti sempit, sedang dalam arti yang luas Landreform mencangkup lima
progam yaitu sebagai berikut:
1.
Melaksanakan pembaharuan hukum agraria, yaitu dengan
mengadakan perombakan terhadap sendi-sendi hukum agrarian lama dan mengganti
dengan ketentuan hukum agrarian baru.
2.
Mengadakan penghapuskan terhadap segala macam hak- hak
asing dan konsensi colonial.
3.
Mengakhiri kekuasaan para tuan tanah dan para feudal
atas tanah yang telah banyak melakukan pemerasan terhadap rakyat melalui
penguasaan tanah.mengadakan perombakan mengenai pemilikan dan pengiasaan tanah serta
berbagai hubungan hukum yang berkenaan dengan penguasaan tanah yang dimaksud.
4.
Mengadakan perencanan, persedian, peruntukan dan penggunana
tanah secara berencana sesuai dengan kemampuan dan perkembangan kemajuan.[1]
“sedangkan dalam arti sempit
hanya progam keempat, yang sering disebut Landreform, sedang progam kelima disebut
Landuse Planing atau Perencaan Tata Guna Tanah”.[2]
Berdasarkan
pengertian Landreform yang sempit tersebut di atas sampai sekarang masih ada
peraturan yang dijadikan dasar untuk melaksanakan
Progam
penataan kembali penggunaan dan penguasaan serta pemilikan tanah yaitu:
1.
Undang- undang no. 38 Prp tahun 1960 jo undang- undang
no 1 tahun 1961 tentang penggunana tanah dan penetapan luas tanah tertentu.
2.
Undang- undang no. 51 Prp tahun 1961 jo undang- undang
no 1 tahun 1961 tantang larangan tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya.
3.
Undang- undang no. 56 Prp tahun 1969 jo undang- undang
no 1 tahun 1961 tentang penetapan luas tanah pertanian.
4.
Undang- undang no. 224 Prp tahun 1961 jo undang- undang
no 1 tahun 1961 tentang pelaksanana
pembagian tanah dan pemberian ganti rugi
5.
Keputusan Presiden no. 54 tagun 1980 tentang percetakan
sawah
6.
Peraturan menteri dalam negeri no. 15 tahun 1974
tentang progam lanjutan pelaksaan Landreform.
7.
Instruksi menteri dalam negeri no. 21 tahun 1973
tentang larangan penguasaan tanah yang melampaui batas.
Da1am penggunaan tanah harus
memikirkan apa yang sebaiknya dikerjakan dan apa keuntungan yang diperoleh dari
rencana penggunaan tanah tersebut, maka mau tidak mau dalam penggunaan tanah
harus tidak lepas dari rencana penggunaan tanah.[3]
Sehubungan
dengan kebijaksanan penggunaan tanah masing- masing daerah mempunyai hak
otonomi atau otonomi daerah ,yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
betas wilayah tertentu yang ber hak dan berwenang, dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara kesatuan republic
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku
Wewenang
tersebut seperti membuka lahan per tanian baru, percetakan sawah, membuat
bendungan / waduk dan pemukiman/peramahan untuk perkembanga kota 6nn lainwlnin."Untqk Unlnng--un.dang
No.56 Prp 1960 tidak memberi penjelasan mengenai apa yang disebut pengertian
tanah pertanian, sawah dan tanah kering. [4]
Dan otonomi
daerah dengan menteri agrarian tanggal 5 Januari 1961, no. Sekra 9/1/12 diberi
penjelasan sebagai berikut: Yag dimaklsud tanah pertanian ialah semua tanah
perkebunan, tambah untuk perikanan, tanah tempat pengembalakan ternak, tanah
belukar, lading dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang erhak.
Selainnya adalah tanah untuk perusahaan dan perumahan.
Demikian juga
kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat II Wonogiri, demi terwujudnya suatu
masyarakat yang selangkah lebih maju yang akhitnya terbentuk suatu masyarakat
yang berperadapan kota, dikeluarkan suatu kebijakan tentang tertib penggunaan
tanah yaitu PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN MENJADI NON PERTANIANE selain
belatar belakang ekonomi juga untuk memenuhi perumahan dan kemungkinan bisa
untuk pengembangan lapangan usaha
B. Alasan
Pemilihan Judul
Berdasarkan
uraian tersebut di atas serta dalam rangka penyusunan skripsi sebagai syarat
untuk mencapai gelar sarjana hukum di fakultas hukum Universitas Slamet Surakarta
penulis mencoba merunuskan sesuatu permasalah untuk dijadikan judul skripsi
yaitu: TATA GUNA TANAH DI KABUPATEN DATI II WONOGIRI KHUSUS PERUBAHAN PENGUNAAN
TANAH PERTANIAN MENJUADI NON PERTANIAN (PENGERINGAN).
Sedangkan yang
menjadikan alasan penulis memilih judu tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1.
Bahwa pada dasarnya tanah merupakan suatu kebutuhan
vital bagi kelangsungsn hidup manusia sebagai tempat tinggal maupun. sebagai
tempt berlangsungnya segala segi penghidupanm untuk mencapai kebutuhan pokok
hidupnya. Oleh karena itu tanah, merupakan sarana yang penting untuk memenuhi
segala bentul kebutuhan penghidupan
tersebut.
Dalam pencapaian kebutuhan pokoknya itu kadang kala tanah yang merupakan sarana yang vital
serinng kali dijadikan salah penggunaannya, oleh karena itu perlui sekali
tatanan atau peraturan penggunaan tanah sehinngga dapat terwujudnya angka
fungsi tanah yang dapat dugunakan dengan sebaik- baiknya.
Adanya perubahan status tanah pertanian menjadi non pertanian adalah
salah satu bentuk dari adanya perubahan fungsi tanah, hal ini perlu juga diatur
karena proses tanah mengalami perubahan status betul- betul dapat sesuai apa
yang direncanakan.
Pendayagunaan tanah memang benar- benar memerlukan pekarangan ini dapat
domanfaatkan sebesar- besarnnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh
rakyat Indonesia, dalam rangka ini pula pemerintah Pusat mendelegasikan
wewenang kepada Bupato Kepala Daerah Tingkat II dalam hal ini Kantor Pertanahan
Kabupaten untuk menangani masalah pertanahan.
2.
Perumusan Masalah.
Permasalahan adalah suatu persoalan perlu dijawab,
berdasarkan pemilihan judul dan latar belakang masalah, maka permasalah penulis
bahas dalam skripsi ini terlebih dahulu dalam bentul pernyataan yang merupakan
persoalan yang sangat erat hubungannya dengan Tata Guna Tanah khusus perubahan
penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Daerah Tingkat II
Wonogiri yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana
pelaksanana tata Guna Tanah di Kabupaten Daerah Tingkat II Winogiri.
2. Apakah
di dalam pelaksaan perubahan dalam tanah pertanian menjadi non pertanian telah
sesuai dengan peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1986 tentang
pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1978 tentang Fatwa Tata
Guna Tanah?
3. Bagaimana
cara penanganannya yang timbul dalam pelaksanaan perubahan tanah pertanian
menjadi nin pertanian dalam hal biaya terlalu mahal yang dirasakan oleh
masyarakat, serta bahaomana jalan keluarnya apabila timbul satu diantara 12
panitya itu tidak menyetujui yang dalam hal ini permohonan menjadi gugur?
C. Tujuan
penelitian
Didalam penyusunan
skripsi ini penulis menggunakan pene;llitian dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Tujuan subjektif
a. Sebagai
syarat akhir di dalam meraih gelar sarjana di bidang ilmu hukum di Fakultas
Hukum Unuversitas Slamet Riyadi Surakarta
b. Untuk
memperoleh data, sehubungan dengan penyusunan skripsi
2.
Tujuan Subjektif
a. Untuk
menambah pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya hukum pertanahan, dalam hal
ini masalah pelaksanaan tata Guna Tanah
b. Untuk
mengetahui lebih mendalam tentang perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi
non pertanian
c. Untuk
mengetahui hambatan- hambatan apa sajakan yang timbul di dalam pelaksanaan
perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian.
D. Hipotesa
Hipotesa
adalah suatu dalil yang dianggap belum menjadi dalil yang sesungguhnya, oleh
karena itu masih harus diuji atau dibuktikan dalam penelitian yang akan
dilakukan kemudian.[5]
Di dalam
penulisan skripsi ini, penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut:
1.
Pendayagunaan tanah di Daerah Kabupaten Daerah Tingkat
II Wonogiri telah dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat membantu di
dalam keberhasilan pembangunan di daerah setempat.
2.
Proses/ pelaksanaan perubahan tanah pertanian menjadi
nin pertanian yang berlangsung di daerah Kabupaten Wonogiri sedikit banyak
mengalami kesulitan- kesulitan ynag dirasakan masyarakat, hal ini dikarenakan
terlalu mahalnya biaya.
3.
Lewat kesadaran hukum/ penyuluhan hukum dan penerangan
lainnya yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Wonogiri,
menjadikan masyarakat tau dan mengerti tentang proses maupun hal- hal lainya
yang menyangkut tentang fungsi dan kegunaan tanah, terlebih menjadikan tahu
masyarakat tentang proses/ pelaksanaan perubahan tanah pertanian menjadi non
pertanian.
E. Metode
penelitian
Setiap
penulisan suatu karya tulis ilmiah selalu menggunakan suatu metode penelitian
tertentu, hal ini bertujuan agar supaya di dalam mengungkapkan suatu hasil dari
penelitian itu dengan terarah dan sesuai apa yang dimaksudkan atau diharapkan,
dan selalu digunakan di dalam bentuk penelitian lebih- lebih dalam penyusunan
skripsi ini.dalam penyusunan skripsi ini metode yang dipakai adalah perpaduan
hasil yang bersumber daripada data yang diperoleh dengan mengadakan penelirian
lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).
Pada
penelitian kepustakaan dilakukan penelitian melalui sumber- sumber tertulis
sebagai bahan atau data sekunder, natara lalu melalui buku- buku tentang hukum
agrarian, peraturan perundang- undangan serta peraturan yang ada hubungannya
dengan skripsi ini. Mselain itu juga mengambul baha dari tulisan- tulisan di
majalah- majalah, surat kabar, dan bahan- bahan kuliah yang diperoleh.
Pada
penelitian lapangan dilakukan penelitian melalui sumber- sumber dari praktek
pertanian sebagai data primer. Oleh karena itu, di dalam penelitian secara
langsung kepada pihak- pihak atau instansi yag berwenang dalam hal pertanahan,
dalam hal ini instansi yang berhubungan adalah badan pertanahan Nasional,
Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri.
Penelitian
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi
yang dilakukan dengan metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem tertentu, seadngkan konsisten berarti tidak hanya hal- hal yang
bertentangan dengan suatu kerangka tertentu,”Metologi penelitian merupakan
suatu proses, prinsip- prinsip dan usaha untuk memecahkan suatu masalah dari
suatu kegiatan yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan
secara metodologi sistematis dan konsisten”.[6]
Di dalam
penelitian ini metode- metode yang akan dipergunakan penulis meliputi sebagai
berikut:
1.
Metode pengumpulan data
2.
Metode pengolahan data
3.
Metode analisa data
Ad. 1. Metode pengumpulan data
Dalam hal ini pengumpulan data
yang menyeluruh digunakan baik dari data yang kwantatif maupun data ynag
kwalitatif.
Data yang kwantitatif yaitu data
yang biasanya diseledidiki secara kangsung dan biasa dihitung dengan
mempergunakan alat- lat pengungkur sederhana
Data kwalitatif yaitu data yang
tidak dapat diselidiki secara langsung, hal ini merupakan suatu langkah yang
besar dan memerlukan wakyu yang panjang pada suatu penyelidikan ilmiah. Oleh
katena itu diperlukan teknik pengumpulan data yang tepat.
Adapun tehnik pengumpulan data
yang penulis gunakan dalampenulisan ini adalah :
a. Interview/
wawancara
Interview/ wawancara merupakan
proses Tanya jawab secara lisan dimana 2 orang atau lebih berhadapan secara
fisik: wawancara ini merupakan salah satu macam metode untuk mencapatkan data
secara langsung dengan mengadakan Tanya jawab.
Bentuk penulisan ini adalah
penelitian lapangan, artinya agar data yang penulis peroleh betul- betul data
yang asli dari pengalaman dan pengetahuan dari pihak responden.
Pihak respinden dalam hal ini
adalah pegawai kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri dan instansi lain yang ada
hubungannya dengan objek penelitian juga dari anggota masyarakat.
b. Study
kepustakaan
Study kepustakaan bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam- macam material yag
terdapat dalam kepustakaan, misalnya: berupa buku- buku/ literature- literature
atau perundang- undangan yang mudah dipilih sebagai sumber data.
Dengan mempergunakan study
kepustakaan penulis sangat banyak mendapatkan keuntungan memanfaatkan
literature yang telah dipilih.
Alasan penulis mempergunakan
study kepustakaan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
-
Bahwa dalam teknik literature terdapat bahan- bahan
yang banyak dan beraneka macam yang sesuai dan tepat.
-
Bahwa literature yang terdapat dalam kepustakanan itu
banyak hubungannya dengan materi yang kan dibahas dalam penelitian ini.
c. Study
Dokumenter
Dalam hal ini study dokumenter
penulis akan mempergunakan sebagai metode pelengkap dari metode interview.
Disini penulis memebaca seperti
surat- surat, catatan, dokumen yang ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten
Wonogiri dan juga buku- buku ilmiah yang ada hubungannya dengan penyusunan
skripsi ini.
Ad. 2. Metode pengolahan Data
Dalam pengolahan data tersebut
penulis akan mempergunakan metode diskripsi yang mana setelah semua data- data
primer atau data- data sekunder telah terkumpul, kemudian penulis susun kembali
secara dan urut.
Mula- mula data tersebut disusun
dalam beberapa kelompok kreteria secara logis yang sesuai dengan masalah yang
akan dibahas, yang selanjutnya penulis susun dalam bentuk skripsi ynag
sistematis.
Ad. 3. Metode analisa Data
Metode analisis data ini
dipergunakan untuk menganallisa data yang diperoleh selama penelitian dan untuk
diambil suatu kesimpulan.langkah terakhir dalam penelitian ini yaitu dengan
menganalisis, proses data yang didasarkan atas segala data yang sudah diolah,
analisa ini yaitu dengan mengumpulkan, menarik garis- haris logis menjadi
ikatan- ikatan pengertian tertentu
F. Sistematika
skripsi
Untuk memudahkan
penyusunan skripsi dan membatasi agar pembahasan tidak terlalu panjang, maka
panulis membuat sistematika skripsi sedemikian rupa yaitu sebagai berikut:
Bab I : pendahuluan
Pada bab pertama kali penulis
ketengahkan mengenai latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesa, metode penelitian dan
terakhir sistematika skripsi.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Guna Tanah
Bab dua berisikan tentang
landasan hukum tata guna tanah, fungsi tata guna tanah, fatwa tata guna tanah
dan macam- macam hak atas tanah.
Bab III : Hasil Penelitian Tentang Penanganan
Kantor
Pertanahan sehubungan dengan
pelaksanan tata guna tanah di Kabupaten Wonogiri yang di dalamnya mencangkup
tentang pelaksanaan tata guna tanah di Kabupaten Wonogiri.
Bab IV : Analisa Data
Bab V : Penutup
Bab terakhir penulis sampaikan
kesimpulan yang merupakan uraian singkat dari bab- bab sebelunya dan
selanjutnya penulis sampaikan beberapa saran yang dapat dipergunakan oleh para
pengambil kebijaksanaan di bidang pendayagunaan tanah khususnya di Kabupaten
Wonogiri.
Daftar pustaka
Lampiran- lampiran
[1]
Boedi Harsono, Pokok- Pokok Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, 1985
[2]
Parlindungan, Ap, Aneka Hukum Agraria, bandung, 1983
[3]
Soesigdo Hardjosudarmo, masalah Tanah di Indonesia, Jakarta, Bharata, 1970
[4]
Boedi Harsono, UUPA Sejarah Penyusunan
[5]
Soerjono Seokanto, Prof. Dr. SH. Ma., Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit
UI-Pres, Jakarta, 1984
[6]
Winaryo Surachmad, Dasar Penelitian Ilmiah I, Jakarta, tahun 1982
DAFTAR PUSTAKA
Budi
Harsono SH, 1985, Pokok- Pokok Hukum Agrarian, Djambatan, Jakarta
------------,
1986, UUPA Sejarah Penyusunan Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan,
Jakarta.
Perlindungan
Ap, 1983, Aneka Hukum Agrarian, Alumni, Bandung
Soedigdo
Hardjosudormo, 1970, Masalah Tanah Di Indonesia, Bharata, Jakarta
Soerjno
Soekanto SH, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Winaryo
Surachman, 1982, Dasar Penelitian Ilmiah I, Jakarta
Wantjik
Saleh K, 1977 Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta
Undang-
undang no 5 tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agrarian,
Jakarta
Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1986 pasal 1
Direktorat
Jenderal Agraria Depertemen Dalam Negeri tahun 1987, Peraturan Kepala
Direktorat Agrarian, Jakarta
Direktorat
Jenderal Agraria Depertemen Dalam Negeri tahun 1983, tata Cara Kerja, Jakarta,
hal. 102
Untuk mendapatkan file lengkap hubungi/ sms ke HP. 085725363887
KEMBALI KE HALAMAN AWAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar