BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia, bukan hanya mahluk pribadi saja melainkan juga makhluk sosial. Manusia adalah anggota masyarakat, hasrat untuk bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya.
Dalam kehidupan masyarakat norma-norma, sosial yang ada dilaksanakan dengan baik dan benar, apa yang dilarangkan dijauhi dan apa yang diperbolehkan dilaksanakan. Sehingga akan timbal keselarasan, keharmonisan antara anggota masyarakat satu dengan yang lainnya, seperti kekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah yang terjadi di masyarakat.
Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif Dampak positif yang timbal adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi, sosial maupun politiknya, sedang dampak negatif yang timbal antara lain adanya kesenjangan dalam masyarakat, terutama kesenjangan sosial. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa iri atau dengki yang mengakibatkan adanya keinginan untuk memperkecil kesenjangan. Apabila dalam usahanya ia tidak mampu, maka, orang cenderung melakukanya dengan jalan pintas yaitu melalui kejahatan seperti mencuri atau merampok.
Dewasa ini dengan makin majunya pembangunan tampaknya kesadaran akan rasa menghargai, menghormati, dan mencintai sesama manusia semakin menipis, dengan kata lain pertumbuhannya tidak sebagaimana yang diharapkan, sehingga perilaku berbuat baik terhadap sesamanya semakin. pudar. Egoistis individu dan keinginan untuk memperoleh kebutuhan material semakin menonjol.
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan sosial, politik, ekonomi yang, demokratis dan berkeadilan. Tatanan hukum dalam kenyataannya juga masih belum dapat memberikan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Ini terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan.
Dengan adanya pembangunan itu tingkat kehidupan semakin sulit dan biaya hidup semakin mahal. Oleh sebab itu banyak orang yang menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan, dan inilah yang membuat masyarakat semakin berat menerima beban hidup. Dengan demikian dalam keadaan seperti ini mengakibatkan masyarakat menjadi keras, brutal dan mudah terpancing untuk melakukan hal-hal yang bersilat kekerasan seperti mencuri, merampok dan bahkan membunuh. Sebagai contoh dalam berita di tv tindak pidana yang akhir-akhir ini sudah menjurus . pada tindakan sadis yang sudah tidak berperikemanusian lagi, seperti pembunuhan dengan cara membacok leher korban hingga putus, memotong-motong tubuh korban (mutilasi) apabila ditelusuri latar belakang terjadinya pembunuhan ini adalah permasalahan kecil.
Salah satu masalah yang terjadi adalah mengenai masih berkembangnya budaya kekerasan yang terdapat dalam kehidupan rumah tangga yang kebanyakan dilakukan oleh salah satu keluarga itu sendiri. Hal ini diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan Pasal I ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Dalam hal ini berhubungan dengan Pasal 1 ayat (2) dalam UU No. 23 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa :
“Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak perlaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga”.
Sekarang ini kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga kian hari kian meningkat dan massif, berbagai kasus sering terjadi seperti pemukulan, penendangan, penamparan, perselingkuhan, kekerasan ekonomi dan lain-lain. Bahkan beberapa kasus diantaranya sampai menyebabkan kematian korban.
Dalam melihat persoalan kekerasan ini, memang peranan korban, itu sendiri dalam terjadinya kekerasan tidak bisa diabaikan begitu saja. Tetapi dalam hal ini yang harus lebih ditekankan adalah akibat dari kekerasan itu sendiri. Sehingga walaupun kejahatan itu timbul sebagai hasil interaksi antara korban dengan pelaku, tetap saja kekerasan ini tidak dibenarkan dengan alasan apapun.
Dengan demikian kekerasan dalam rumah tangga bisa dijangkau oleh hukum positif. Hal ini yang operatif untuk sekarang adalah pasal 351 jo. 356 KUHP tentang penganiayaan untuk kekerasan fisik. Adapun kekerasan seksual dan psikologis belum ada aturan yang tersendiri dalam KUHP.
Berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat sebagaimana yang telah diuraikan di atas dan melihat pentingnya penyelidikanuntuk membuktikan suatu perkara pidana yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh agar dapat dibrantas dan tidak berkembang, maka penulis berharap mengetahul secara pasti atau setidak-tidaknya memperoleh suatu gambaran tentang sebab-sebab yang menimbulkan keadaan di atas. Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi ini.
Dengan demikian masalah kekerasan dalam rumah tangga ini dianggap sebagai masalah privat, maka penulis akan menyajikan skripsi ini dengan judul : “PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)”
B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini perlu diadakan pembatasan atas suatu permasalahan dalam bidang tertentu saja. Hal itu dimaksudkan agar penelitian yang diteliti dapat mencapai sasaran dan tujuan yang, diharapkan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu tentang Penyelesaian Tindak Pidana (Studi di Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam skripsi adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan dalam tangga ?
2. Hambatan-hambatan apa yang timbul dalam penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
DAFTAR PUSTAKA
A Fuad Usfa dan Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Edisi 1, Cetakan I, UMM Press,Malang.
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta : Rineka Cipta, Hal. 91.
Arif Gosita, 1983, Makalah Korban Kejahatan, Cet. I, Jakarta : Akademika Pressindo.
Bambang Sunggono,1998, Metode Penelitian Hukum, Raja grafindo, Jakarta.
Marcus Priyo Gunarto, 1991, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Tinjauan Dari Segi Penegakan Hukum dan kepentingan Koprban (majalah Mimbar Hukum Edisi Khusus, hal. 121 -122. Mengutip Muladi, Perlindungan Hukum Melalui Proses Pemidanaan (makalah Seminar) Vitimologi 28-29 Oktober 1998, Unair Surbaya, hal.27.
Moeljatno, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta.
Moeljatno, 1985, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta, Bumi Aksara.
Moelyanto, 1996, KUHP, Jakarta : Bumi Aksara.
P. Joko Subagyo, 1997, Metode Penelitian, Jakarta,Rineka Cipta.
Quinney,1996, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan,Yogyakarta : PKBI.
Sita Aripurnami, Konveksi Pasal 5 dan Legitimasi Sosial Budaya, Disampaikan DalamPelatihan Pemahaman Bentuk Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, Jakarta l22 September 1999.
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty.
Soemitro, 1997, Hukum Pidana, Diktat Kuliah Hukum Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.
Soerjono Soekanto, 1982,Pengantar Penelitian Hukum, : UI Jakarta.
Soeryono Soekanto, 1982,Pengantar Penelitian Hukum : Jakarta : UI.
Sudikno Metokusumo,1996, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta : Liberty.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar